Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)

Posted on


Persalinan Normal
 Faktor esensial persalinan
1. Passenger (penumpang)
• Ukuran kepala janin
Karena ukuran dan sifatnya yang relatif kaku, kepala janin sangat mempengaruhi proses persalinan. Tengkorak janin terdiri dari 2 tulang parietal, 2 tulang temporal, 1 tulang frontal dan 1 tulang oksipital. Tulang-tulang ini disatukan oleh sutura membranosa. Rongga yang berisi membran ini disebut fontanel, terletak di tempat pertemuan sutura-sutura tersebut. Dalam persalinan, setelah selaput ketuban pecah, pada pemeriksaan dalam sutura dipalpasiuntuk menentukan presentasi, posisi dan sikap janin.
Dua fontanel yang paling penting adalah fontanel anterior dan posterior. Fontanel yang lebih besar yakni fontanel anterior, berbentuk seperti intan. Fontanel posterior terletak di pertemuan sutura dua tulang parietal dan satu tulang oksipital dan berbentuk segitiga.
Sutura dan fontanel ini membuat tengkorak fleksibel, sehingga dapat menyesuaikan dengan otak bayi, yang beberapa lama setelah lahir terus tumbuh. Akan tetapi, karena belum menyatu dengan kuat, tulang-tulang ini dapat saling tumpang tindih. Hal ini disebut molase, struktur kepala yang terbentuk selama persalinan.
• Presentasi janin
Presentasi adalah bagian janin yang pertama kali memasuki pintu atas panggul dan terus melalui jalan lahir saat persalinan mencapai aterm. Tiga presentasi yang utama ialah kepala (96%), sungsang/bokong (3%), dan bahu (1%).

• Letak janin
Letak janin adalah hubungan antara sumbu panjang (punggung) janin terhadap sumbu panjang (punggung) ibu. Ada 2 macam letak, yaitu memanjang atau vertikal dan melintang atau horizontal.
• Sikap janin
Sikap adalah hubungan bagian tubuh yang satu dengan bagian tubuh yang lain. Pada kondisi normal, punggung janin sangat fleksi, kepala fleksi ke arah dada, dan paha fleksi ke arah sendi lutut. Sikap ini disebut fleksi umum.
• Posisi janin
Posisi ialah hubungan antara bagian presentasi (oksiput, sakrum,skapula bahu, sinsiput, mentum/dagu) terhadap empat kuadran panggul ibu.
2. Passage (jalan lahir)
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul, vagina dan introitus. Empat jenis panggul dasar dikelompokkan sebagai :

 Ginekoid
 Android
 Antropoid
 Platipeloid

3. Power (kekuatan)
Kekuatan terdiri dari kekuatan primer dan kekuatan sekunder. Kekuatan primer adalah kontraksi involunter. Kekuatan primer membuat serviks menipis (effacement) dan dilatasi serviks yang terjadi pada awal persalinan. Segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul, sifat kontraksi berubah, yakni bersifat mendorong keluar. Wanita merasa ingin mengedan.
4. Psychologic respons
 Childbirth as a threat to safety (melahirkan sebagai ancaman terhadap keamanan)
 Pengalaman nyeri dan sakit sebelumnya
 Horor story dari pengalaman orang lain
 Childbirth as a threat to self image (melahirkan sebagai ancaman terhadap citra diri)

 Rentan kehilangan kontrol
 Sangat memperhatikan body image
 Sikap negatif terhadap persalinan dan keibuan
 Harapan yang tidak realistis terhadap persalinan

 The “Medicalization” of childbirth
 Menurunnya kemampuan membuat keputusan
 Isolasi ruang bersalin
 Orientasi asuhan pada orang sakit
 Adaptasi psikologis

 Cultural influences
 Support
 Preparation
 Motivation of pregnancy
 Trust in staff

 Adaptasi fisiologi persalinan
Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Berbagai perubahan terjadi selama proses persalinan :
1. Perubahan reproduksi
Pada kehamilan pertama, rahim akan turun dan terdorong ke depan sekitar 2 minggu sebelum aterm, saat bagian presentasi janin turun ke dalam panggul sejati. Proses penyesuaian ini disebut lightening. Setelah lightening, wanita merasa lebih lega (perasaan sesak berkurang) dan lebih mudah bernafas. Akan tetapi, akibat pergeseran ini, biasanya terjadi peningkatan tekanan pada kandung kemih, sehingga wanita akan lebih sering berkemih. Pada kehamilan multipara, lightening mungkin tidak terjadi sampai setelah rahim berkontraksi dan proses persalinan yang sesungguhnya berlangsung.
Lendir vagina yang keluar semakin banyak pada saat menjelang persalinan akibat besarnya kongesti selaput lendir vagina. Lendir serviks berwarna kecoklatan atau berbercak darah (bloody show) keluar. Serviks menjadi lunak sebagian menipis dan mulai berdilatasi. Ketuban pecah dengan spontan.
2. Perubahan kardiovaskuler
Pada setiap kontraksi, 400 ml darah dikeluarkan dari uterus dan masuk ke dalam sistem vaskuler ibu. Hal ini akan meningkatkan curah jantung sekitar 10%-15% pada tahap pertama persalinan dan sekitar 30% sampai 50% pada tahap kedua persalinan. Aliran darah yang menurun pada arteri uterus akibat kontraksi, menyebabkan meningkatnya tahanan perifer sehingga tekanan darah meningkat sampai sekitar 10 mmHg pada tahap pertama persalinan. Pada tahap kedua, kontraksi dapat meningkatkan tekanan sistolik sampai 30 mmHg dan tekanan diastolik sampai 25 mmHg.
Hipotensi supine terjadi terjadi saat vena kava asenden dan aorta asenden tertekan. Ibu memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami hipotensi supine akibat pembesaran uterus berlebihan akibat kehamilan kembar, hidramnion, obesitas atau dehidrasi dan hipovolemia. Selain itu, rasa cemas dan nyeri serta penggunaan analgesik dan anestetik dapat menyebabkan hipotensi.
3. Perubahan pernafasan
Biasanya terjadi peningkatan kedalaman dan kecepatan respirasi akibat peningkatan aktivitas fisik dan peningkatan pemakaian oksigen. Hiperventilasi dapat menyebabkan alkalosis respiratorik, hipoksia, dan hipokapnea (karbon dioksida menurun). Selain itu, kecemasan juga meningkatkan pemakaian oksigen.
4. Perubahan pada ginjal
Selama persalinan, wanita dapat mengalami kesulitan untuk berkemih secara spontan akibat edema jaringan akibat tekanan bagian presentasi dan rasa tidak nyaman.
5. Perubahan integumen
Pada daerah introitus terlihat daya distensibilitasnya meningkat.
6. Perubahan muskuloskeletal
Nyeri punggung dan nyeri sendi terjadi sebagai akibat semakin meregangnya sendi pada masa aterm.
7. Perubahan neurologi
Sistem neurologi menunjukkan bahwa timbul stres dan rasa tidak nyaman selama persalinan. Perubahan sensoris terjadi saat wanita masuk ke tahap pertama persalinan dan saat masuk ke setiap tahap berikutnya. Mula-mula wanita merasa euforia. Akhirnya, wanita merasa sangat senang atau merasa letih setelah melahirkan. Endorfin endogen meningkatkan ambang nyeri dan menimbulkan sedasi. Selain itu, anestesia fisiologis jaringan perineum, yang ditimbulkan tekanan bagian presentasi, menurunkan persepsi nyeri.
8. Perubahan pencernaan
Bibir dan mulut dapat menjadi kering akibat wanita bernapas melalui mulut, dehidrasi, dan sebagai respon emosi terhadap persalinan. Selama persalinan, motilitas dan absorpsi saluran cerna menurun dan waktu pengosongan lambung menjadi lambat. Wanita seringkali mual dan memuntahkan makanan yang belum dicerna setelah bersalin. Mual dan sendawa juga sebagai respon refleks terhadap dilatasi serviks lengkap.
9. Perubahan endokrin
Awitan persalinan dapat diakibatkan oleh penurunan kadar progesteron dan peningkatan kadar estrogen, prostaglandin dan oksitoksin. Metabolisme meningkat dan kadar glukosa darah dapat menurun akibat proses persalinan.
 Tanda-tanda persalinan
1. Lightening
Pada kehamilan pertama, rahim akan turun dan terdorong ke depan sekitar 2 minggu sebelum aterm, saat bagian presentasi janin turun ke dalam panggul sejati. Pada kehamilan multipara, lightening mungkin tidak terjadi sampai setelah rahim berkontraksi dan proses persalinan yang sesungguhnya berlangsung.
2. Bloody show
Lendir vagina yang keluar semakin banyak pada saat menjelang persalinan akibat besarnya kongesti selaput lendir vagina. Lendir serviks berwarna kecoklatan atau berbercak darah (bloody show) keluar.
3. Kontraksi uterus
Kontraksi uterus dipengaruhi oleh hormon oksitoksin. Awitan kontraksi ini bersifat progresif, teratur, yang meningkat kekuatan, frekuensi dan durasinya.
4. Rabas cairan dari vagina (selaput ketuban pecah spontan)
 Fase-fase persalinan
 Kala 1
 Fase laten
Fase laten dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap. Fase ini berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm. Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam. Fase ini biasanya tidak terlalu mules.
 Fase aktif
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi 3 kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih). Fase ini dimulai dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm pada multipara. Terjadi penurunan bagian terendah janin.
 Kala 2
Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Pada kala 2, ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi. Ibu juga merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan atau vaginanya. Perineum ibu terlihat menonjol. Vulva dan vagina terlihat membuka dan terjadi peningkatan pengeluaran lendir dan darah.
 Kala 3
Persalinan kala 3 dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban sekitar 10 sampai 15 menit.
 Kala 4
Dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah itu. Dalam periode ini, tubuh ibu akan mengadakan penyesuaian dan terdapat risiko mengalami perdarahan pasca persalinan.
 Tindakan perawat
 Kala 1 persalinan
1. Asuhan sayang ibu, meliputi pendampingan oleh keluarga, memberikan minum, pemilihan posisi yang nyaman, dan menentramkan hati ibu.
2. Membersihkan perineum ibu dengan air DDT
3. Mengosongkan kandung kemih ibu (anjurkan setiap 2 jam)
 Kala 2 persalinan
1. Menganjurkan ibu untuk menghindari berbaring mendatar
2. Menyiapkan pertolongan persalinan berupa gloves steril, tempat persalinan, peralatan dan bahan termasuk penyiapan tempat dan lingkungan untuk kelahiran bayi.
3. Menyiapkan ibu dan keluarga
4. Amniotomi jika ketuban belum pecah
5. Membimbing ibu dalam proses meneran
6. Memantau DJJ setiap selesai meneran atau setiap 5 sampai 10 menit. Bila DJJ kecepatannya menurun, ibu dianjurkan untuk tidur miring dan berikan O2
7. Memantau nadi ibu setiap 30 menit
8. Memantau frekuensi dan lama kontraksi setiap 30 menit
9. Mengkaji warna cairan ketuban jika selaputnya sudah pecah (jernih atau bercampur mekonium atau darah)
10. mengkaji APGAR score
 Kala 3 persalinan
1. Pemberian suntikan oksitoksin 10 unit IM pada ⅓ bagian atas paha bagian luar dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
2. Melakukan pemotongan tali pusat
3. Mengobservasi tanda-tanda lepasnya plasenta : timbul kontraksi uterus, fundus membundar, tali pusat menjulur, terlihat masa di introitus, adanya semburan darah secara tiba-tiba
4. Menentukan kelengkapan plasenta
5. Massage fundus uteri setelah plasenta lahir
6. Mengobservasi jalan lahir
7. Mengobservasi keadaan umum ibu dan bayi
8. Mengobservasi perdarahan
 Kala 4 persalinan
1. Memonitor TTV, keadaan umum, kontraksi uterus dan respon klien
2. Menentukan derajat laserasi
3. Melakukan tindakan hecting jika ada
4. Mengukur jumlah perdarahan
5. Memperhatikan pemenuhan rasa nyaman ibu
6. Dokumentasi
Pengkajian
 Pengkajian Awal
Menentukan tanda persalinan palsu atau sejati
Persalinan sejati Persalinan palsu
Kontraksi
 Berlangsung teratur, semakin kuat, lama dan semakin sering
 Intensitas meningkat saat ibu berjalan
 Dirasakan di punggung bawah dirasakan menjalar ke bagian bawah abdomen
 Terus berlangsung meskipun berbagai cara dilakukan untuk membuat ibu nyaman Kontraksi
 Berlangsung tidak teratur atau menjadi teratur hanya untuk sementara
 Seringkali berhenti saat ibu berjalan-jalan atau mengubah posisi
 Dirasakan pada bagian belakang atau pada abdomen di atas pusat
 Seringkali dapat dihentikan jika dilakukan tindakan untuk membuat wanita merasa nyaman
Serviks
 Menunjukkan perubahan yang progresif (melunak, menipis dan dilatasi ditandai dengan pengeluaran darah yang banyak(bloody show))
 Semakin bergerak ke posisi anterior, tidak dapat ditentukan tanpa pemeriksaan dalam Serviks
 Mungkin lunak tetapi tidak ada perubahan signifikan dalam penipisan atau dilatasi atau tidak ada bukti bloody show
 Sering berada pada posisi posterior, tidak dapat ditentukan tanpa pemeriksaan dalam
Janin
 Bagian presentasi biasanya telah masuk ke dalam panggul Janin
 Bagian presentasi biasanya belum masuk ke dalam panggul
 Pengumpulan data
1. Meriview riwayat kehamilan untuk informasi dasar
2. Mengidentifikasi screening masalah kehamilan seperti perdarahan, diabetes
3. Menggali riwayat persalinan sebelumnya
4. Menanyakan karakteristik kontraksi ; frekuensi, durasi, intensitas dan tingkatan nyeri
5. Menanyakan adakah pengeluaran dari jalan lahir ; bloody show, ketuban (Mengkaji warna, karakteristik, dan jumlah cairan amnion bila sudah pecah). Catatan tentang air ketuban:

 U: selaput ketuban utuh
 J: selaput sudah pecah, cairannya jernih
 M: selaput pecah, cairan dgn mekonium
 D: selaput pecah, cairan dgn darah
 K: selaput pecah, cairan tdk ada (kering)

6. Menanyakan faktor-faktor yang menyebabkan pecahnya ketuban, seperti trauma dan infeksi
7. Menanyakan persiapan persalinan; penolong, perlengkapan ibu dan bayi, support, cultur consideration
 Pemeriksaan Fisik
1. Mengukur TTV
2. Melakukan pemeriksaan Leopold I,II,III, dan IV
3. Mengukur DJJ
4. Memonitor kontraksi uterus
5. Melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan
 Mengkaji dilatasi dan penipisan serviks
 Mengkaji bagian, posisi, stasiun presentasi, dan bagian presentasi janin apakah oksiput, sakrum,skapula bahu, sinsiput, mentum/dagu
 Monitoring Kemajuan Persalinan (mengisi Partograf)
 APGAR
APGAR merupakan penilaian pada bayi baru lahir dengan klasifikasi normal jika score 7-10, asfiksia ringan sedang score 4-6, dan berat jika score 0-3.
Tanda Angka Penilaian
0 1 2
Appearance Seluruh tubuh biru/ putih Badan merah, kaki biru Seluruh tubuh kemerahan
Pulse Tidak ada < 100/menit >100/menit
Grimace Tidak ada Tidak ada perubahan mimik Bersin/menangis
Activity Lumpuh Ekstremitas sedikit fleksi Gerakan aktif, ekstremitas aktif
Respiration Tidak ada Lemah Menangis kuat/keras

Penyulit Persalinan
 Kondisi Ibu (Power)
 Vacum Ekstraction
Ekstraksi vakum merupakam tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi. Oleh karena itu, kerjasama dan kemampuan ibu untuk mengekspresikan bayinya, merupakan faktor yang sangat penting dalam menghasilkan akumulasi tenaga dorongan dengan tarikan ke arah yang sama. Tarikan pada kulit kepala bayi, dilakukan dengan membuat cengkraman yang dihasilkan dari aplikasi tekanan negatif (vakum). Mangkuk logam atau silastik akan memegang kulit kepala yang akibat tekanan vakum, menjadi kaput artifisial. Mangkuk dihubungkan dengan tuas penarik (yang dipegang oleh penolong persalinan), melalui seutas rantai. Ada 3 gaya yang bekerja pada prosedur ini, yaitu tekanan interauterin (oleh kontraksi) tekanan ekspresi eksternal (tenaga mengedan) dan gaya tarik (ekstraksi vakum).
 Indikasi

o Kala II lama dengan presentasi kepala belakang/verteks
o Pembukaan lengkap atau hampir lengkap
o Presentasi kepala
o Cukup bulan (tidak prematur)
o Tidak ada kesempitan panggul
o Anak hidup dan tidak gawat janin
o Penurunan H III/III+ (Puskesmas H IV / dasar panggul)
o Kontraksi baik
o Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan

 Jenis
 Kontraindikasi
○ Malpresentasi (dahi, puncak, kepala, muka, bokong)
○ Panggul sempit (disproporsi kepala-panggul)
 Cara
1. Kaji ulang dengan syarat-syarat:
 Presentasi belakang kepala/verteks;
 Janin cukup bulan;
 Pembukaan lengkap;
 Kepala di H III-IV atau 1/5 – 2/5.
2. Persetujuan tindakan medis.
3. Berikan dukungan emosional. Jika perlu, lakukan blok pudendal
4. Persiapan alat-alat sebelum tindakan: untuk pasien, penolong (operator dan asisten), dan bayi
5. Pencegahan infeksi sebelum tindakan
6. Periksa dalam untuk menilai posisi kepala bayi dengan meraba sutura sagitalis dan ubun-ubun kecil/posterior
7. Masukkan mangkok vakum melalui introitus vagina secara miring dan pasang pada kepala bayi dengan titik tengah mangkok pada sutura sagitalis ± 1 cm anterior dari ubun-ubun kecil
8.Nilai apakah diperlukan episiotomi. Jika episiotomi tidak diperlukan pada saat pemasangan mangkok, mungkin diperlukan pada saat perineum meregang, ketika kepala akan lahir
9. Pastikan tidak ada bagian vagina atau porsio yang terjepit
10. Pompa hingga tekanan skala 10 (silastik) atau negatif – 0,2 kg/cm2 (Malmstrom), dan periksa aplikasi mangkok (minta asisten menurunkan tekanan secara bertahap)
11. Setelah 2 menit naikkan hingga skala 60 (silastik) atau negatif – 0,6 kg/ cm2 (Malmstrom), periksa aplikasi mangkok, tunggu 2 menit lagi
12. Periksa adakah jaringan vagina yang terjepit. Jika ada, turunkan tekanan dan lepaskan jaringan yang terjepit tesebut
13. Setelah mencapai tekanan negatif yang maksimal, lakukan traksi searah dengan
sumbu panggul dan tegak lurus pada mangkok
14. Tarikan dilakukan pada puncak his dengan mengikuti sumbu jalan lahir. Pada saat penarikan (pada puncak his) minta pasien meneran. Posisi tangan: tangan luar menarik pengait, ibu jari tangan dalam pada mangkok, telunjuk dan jari tengah pada kulit kepala bayi
15. Tarikan bisa diulangi sampai 3 kali saja
16. Lakukan pemeriksaan denyut jantung janin dan aplikasi mangkok diantara kontraksi
17. Saat suboksiput sudah berada di bawah simfisis, arahkan tarikan ke atas hingga lahirlah berturut-turut dahi, muka, dan dagu. Segera lepaskan mangkok vakum dengan membuka tekanan negatif
18. Selanjutnya kelahiran bayi dan plasenta dilakukan seperti pertolongan persalinan normal
 Komplikasi
Vakum ekstraksion bisa menyebabkan robekan pada kulit kepala janin.
 Forsep
Forsep adalah alat bedah yang terbuat dari logam, bentuknya menyerupai tang, ujungnya bundar sesuai dengan bentuk kepala janin. Forseps kadang digunakan untuk membantu persalinan atau memandu kepala janin. Forseps perlu digunakan jika janin berada dalam keadaan gawat atau posisinya abnormal atau jika persalinan berlangsung lama (persalinan yang berlangsung lama kadang terjadi jika digunakan anestesi yang menyebabkan ibu tidak dapat mengedan secara adekuat). Pemakaian forseps bisa menyebabkan memar pada wajah bayi atau menyebabkan robekan pada vagina ibu.
 Induksi Persalinan
Induksi persalinan merupakan suatu usaha mempercepat persalinan dengan tindakan rangsangan kontraksi uterus. Induksi persalinan adalah salah satu upaya stimulasi mulainya proses kelahiran (dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal.
 Indikasi
• Kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari sembilan bulan (kehamilan lewat waktu)
• alasan kesehatan ibu, misalnya ibu terkena infeksi serius, atau menderita diabetes
• Infeksi, terutama infeksi vagina, infeksi traktus urinarius; infeksi ini bersifat serius karena dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin dan ketoasidosis
• Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan beresiko/membahayakan hidup janin/kematian janin
• Ketuban pecah dini
• Janin mati
 Jenis
1. Secara Medis
• Infus oksitosin :
a. Kehamilan aterm
b. Ukuran panggul normal
c. Tak ada CPD
d. Janin dalam presentasi kepala
e. Servik telah matang (portio lunak, mulai mendatar dan sudah mulai membuka)

Teknik infus oksitosin berencana:
o Semalam sebelum drips oksitosin, hendaknya penderita sudah tidur pulas
o Pagi harinya penderita diberi pencahar
o Infus oksitosin hendaknya dilakukan pagi hari dengan observasi yang baik
o Disiapkan cairan RL 500 cc yang diisi dengan sintosinon 5 IU
o Cairan yang sudah mengandung 5 IU sintosinon dialirkan secara intravena melalui aliran infus dengan jarum abocath no 18 G
o Jarum abocath dipasang pada vena dibagian volar bawah
o Tetesan dimulai dengan 8 mU permenit dinaikan 4 mU setiap 30 menit
o Ibu dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk kemungkinan timbulnya tetania uteri
o Bila kontraksi rahim timbul secara teratur dan adekuat maka kadar tetesan oksitosin dipertahankan
o Infus oksitosin ini hendaknya tetap dipertahankan sampai persalinan selesai yaitu sampai 1 jam sesudah lahirnya plasenta
o Evaluasi kemajuan pembukaan serviks dapat dilakukan dengan periksa dalam bila his telah kuat dan adekuat
Cara pemberian oksitoksin :
(a) Kandung kemih dan rektum terlebih dahulu dikosongkan
(b) Ke dalam 500 cc dektrosa 5% dimasukkan 5 satuan oksitosin dan diberikan per infus dengan kecepatan pertama 10 tetes per menit
(c) Kecepatan dapat dinaikkan 5 tetes setiap 15 menit sampai tetes maksimal 40-60 tetes per menit
(d) Oksitosin drip akan lebih berhasil bila nilai pelviks di atas 5 dan dilakukan amniotomi.
• Prostaglandin
Prostaglandin dapat merangsang otok – otot polos termsuk juga otot-otot rahim. Prostagladin yang spesifik untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2 alpha. Untuk induksi persalinan dapat diberikan secara intravena dan oral. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan prostagladin cukup efektif.
• Cairan hipertonik intra uteri
Cairan hipertonik intra uteri dipakai untuk merangsang kontraksi rahim pada kehamilan dengan janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat berupa cairan garam hipertonik 20 , urea dan lain-lain. Kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan prostagladin untuk memperkuat
rangsangan pada otot-otot rahim. Cara ini dapat menimbulkan penyakit yang cukup berbahaya, misalnya hipernatremia, infeksi dan gangguan pembekuan darah.

2. Secara manipulatif
• Amniotomi
Amniotomi artifisialisis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik di bagian bawah depan(fore water) maupun dibagian belakang (hind water) dengan suatu alat khusus (drewsmith
catheter)
• Melepas selaput ketuban dan bagian bawah rahim (stopping of the membrane) dengan cara melepaskan ketuban dari dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi mungkin dengan jari tangan. Dengan dua electrode, yang satu diletakkan dalam servik, sedangkan yang lain ditempelkan pada dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan memberi rangsangan pada serviks untuk menimbulkan kontraksi rahim.
• Rangsangan pada puting susu (breast stimulation ) dapat mempengaruhi hipofisis posterior untuk mengeluarkan oksitosin sehingga terjadi kontraksi rahim.
 Kontraindikasi

o Disproporsi sefalopelvik
o Insufisiensi plasenta
o Malposisi dan malpresentasi
o Plasenta previa
o Gemelli
o Distensi rahim yang berlebihan
o Grande multipara
o Cacat rahim

 Komplikasi
1. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter akan menghentikan proses induksi kemudian akan dilakukan operasi caesar.
2. Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat janin (stress pada bayi). Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, dokter akan memantau gerak janin melalui cardiotopografi. Bila dianggap terlalu beresiko menimbulkan gawat janin, proses induksi akan dihentikan.
3. Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada yang sebelumnya pernah dioperasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal.
4. Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus diwaspadai. Emboli terjadi
apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi, dapat merenggut nyawa ibu seketika.
Menurut Rustam (1998), komplikasi induksi persalinan adalah :
a) Terhadap Ibu

(1) Kegagalan induksi
(2) Kelelahan ibu dan krisis emosional
(3) Inersia uteri partus lama
(4) Tetania uteri (tamultous lebar) yang dapat menyebabkan solusio plasenta, ruptura uteri dan laserasi jalan lahir lainnya
(5) Infeksi intra uterin

b) Terhadap janin

(1) Trauma pada janin oleh tindakan
(2) Prolapsus tali pusat
(3) Infeksi intrapartal pada janin

 Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)
Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm (Saifudin,2002).
Etiologi :
Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisi adalah:
1. Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage)
3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gemelli. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi
4. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah
5. Faktor golongan darah
Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban
6.Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
7. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.
8. Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).
Faktor risiko ketuban pecah dini persalinan preterm

1. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
2. riwayat persalinan preterm sebelumnya
3. perdarahan pervaginam
4. pH vagina di atas 4.5
5. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
6. flora vagina abnormal
7. fibronectin > 50 ng/ml
8. kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm
9. Inkompetensi serviks (leher rahim)
10. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
11. Riwayat KPD sebelumya
12. Trauma
13.servix tipis / kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
14. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis

Tanda dan gejala :

Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.
Prognosis /komplikasi :
o Prognosis ibu
1. Infeksi intrapartal/dalam persalinan
Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas.
2. Infeksi puerperalis/ masa nifas
3. Dry labour/Partus lama
4. Perdarahan post partum
5. Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)
6. Morbiditas dan mortalitas maternal
o Prognosis janin
1. Prematuritas
Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory distress sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity, intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and risk of cerebral palsy), hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.
2. Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat
3. Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)
Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar score rendah, ensefalopaty, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, renal failure, respiratory distress.
4. Sindrom deformitas janin
Terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat (PJT)
5. Morbiditas dan mortalitas perinatal
Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat dilakukan dengan kertas nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa). pH normal dari vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni. Pemeriksaan melalui ultrasonografi (USG) dapat digunakan untuk mengkonfirmasi jumlah air ketuban yang terdapat di dalam rahim.
Penanganan Ketuban Pecah di Rumah :
o Apabila terdapat rembesan atau aliran cairan dari vagina, segera hubungi dokter atau petugas kesehatan dan bersiaplah untuk ke Rumah Sakit
o Gunakan pembalut wanita (jangan tampon) untuk penyerapan air yang keluar
o Daerah vagina sebaiknya sebersih mungkin untuk mencegah infeksi, jangan berhubungan seksual atau mandi berendam
o Selalu membersihkan dari arah depan ke belakang untuk menghindari infeksi dari dubur
o Jangan coba melakukan pemeriksaan dalam sendiri
Farmakologi :
Ampisilin, 2 g, dan erythromycin, 250 mg, diberikan secara intravena setiap 6 hours, diikuti amoxicillin, 250 mg, and erythromycin, 333 mg, secara oral setiap 8 jam selama 5 hari.
 Perineum Kaku

 Episiotomi
Episiotomi adalah suatu tindakan operatif berupa sayatan pada perineum meliputi selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia perineum dan kulit depan perineum.
 Indikasi
Indikasi pada pada ibu, antara lain :
1. Persalinan cepat sehingga tersedia cukup waktu untuk peregangan perineum
2. Lengkung subpubis sempit dengan pintu keluar yang sempit
3. Primigravida umumnya

4. Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu

5. Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya pada persalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar
6. Kepala sudah kelihatan 3-4 cm waktu ibu mengedan
Indikasi pada janin, antara lain:
1. Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala janin.
2. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, janin besar.
3. Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada gawat janin
 Jenis
Sayatan episiotomi umumnya menggunakan gunting khusus, tetapi dapat juga sayatan dilakukan dengan pisau. Berdasarkan lokasi sayatan maka dikenal 4 jenis episiotomi yaitu:
a. Episiotomi medialis.
Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke bawah tetapi tidak sampai mengenai serabut sfingter ani. Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah:
 perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena merupakan daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah.
 sayatan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah dan penyembuhan lebih memuaskan.
Kerugiannya adalah dapat terjadi ruptur perineal tingkat III inkomplet (laserasi m.sfingter ani) atau komplet (laserasi dinding rektum).
b. Episiotomi mediolateralis
Sayatan disini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang sayatan kira-kira 4 cm. Sayatan disini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk mencegah ruptura perineal tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan daerah yang banyak pembuluh darahnya. Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan luka lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris.
c. Episiotomi lateralis
Sayatan disini dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi, oleh karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.
d. Insisi Schuchardt.
Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya melengkung
 Kontraindikasi :
1. Bukan persalinan pervaginam
2. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti penyakit kelainan darah maupun terdapatnya varises yang luas pada vulva dan vagina
 Cara
Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan yang timbul dari luka episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi dilakukan terlalu lambat maka otot-otot dasar panggul sudah sangat teregang sehingga salah satu tujuan episiotomi itu sendiri tidak akan tercapai. Berdasarkan hal-hal tersebut, episiotomi sebaiknya dilakukan pada saat kepala janin sudah terlihat dengan diameter 3 – 4 cm pada waktu his.
 Penjahitan (Repair) Luka Episiotomi
Teknik penjahitan luka episiotomi sangat menentukan hasil penyembuhan luka episiotomi, bahkan lebih penting dari jenis episiotomi itu sendiri. Penjahitan biasanya dilakukan setelah plasenta lahir, kecuali bila timbul perdarahan yang banyak dari luka episiotomi maka dilakukan dahulu hemostasis dengan mengklem atau mengikat pembuluh darah yang terbuka.
Beberapa prinsip dalam penjahitan luka episiotomi yang harus diperhatikan adalah sebgai berikut:
1. Penyingkapan luka episiotomi yang adekuat dengan penerangan yang baik, sehingga restorasi anatomi luka dapat dilakukan dengan baik
2. Hemostasis yang baik dan mencegah dead space
3. Penggunaan benang jahitan yang mudah diabsorbsi
4. Pencegahan penembusan kulit oleh jahitan dan mencegah tegangan yang berlebihan
5. Jumlah jahitan dan simpul jahitan diusahakan seminimal mungkin
6. Hati-hati agar jahitan tidak menembus rektum
7. Untuk mencegah kerusakan jaringan, sebaiknya dipakai jarum atraumatik
8. Obat anastesi disuntikkan disekitar daerah operasi dengan cara infiltrasi. Pada episiotomi, infiltrasi obat anastesi harus mengenai mukosa vagina dan kulit perineum
Terdapat komplikasi pada anestesi penjahitan episiotomi, diantaranya:

1. Nyeri pada penyuntikan
2. Rasa terbakar
3. Anastesia persisten
4. Infeksi
5. Edema
6. Toksisitas lokal

Tinggalkan komentar